Senin, 02 Desember 2013

Peristiwa Tutur



BAB I  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
      Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, dan situasi tertentu.
       Peristiwa tutur terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada suatu proses, yakni proses komunikasi. Austin (1962:100-102): Tindak Tutur Lokusi, Tindak Tutur Ilokusi, dan Tindak Tutur Perlokusi.
       Tindak tutur sebenarnya merupakan salah satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik. Kajian pragmatik adalah deiksis, presuposisi dan implikatur percakapan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan peristiwa tutur?
1.2.2 Apa sajakah yang dirumuskan dalam tindak tutur?
1.2.3 Apa sajakah yang termasuk dalam kajian pragmatik?

1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Untuk mengetahui tentang peristiwa tutur.
1.3.2 Untuk mengetahui yang dirumuskan dalam tindak tutur.
1.3.3 Agar mengetahui tentang kajian pragmatik.




BAB II  PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR

4.1 Peristiwa Tutur
       Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, dan situasi tertentu. Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990):
S  = (Setting and scene)
P  = (Participants)
E  = (Ends :purpose and goal)
A  = (Act sequences)
K  = (Key : tone or spirit of act)
I  = (Instrumentalites)
N  = (Norms of interaction and interpretation)
G  = (Genres)
       Setting and scene: setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Scene pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.
       Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan).
       Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.
       Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran yang berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunanya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.
       Key mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan, dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
       Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Juga mengacu pada kode ujaran, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.
       Noam of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, berinterupsi, bertanya.
       Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, dan doa,.
4.2 Tindak Tutur
       Peristiwa tutur terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada suatu proses, yakni proses komunikasi. Istilah dan teori mengenai tindak tutur diperkenalkan oleh J.L. Austin seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1956. Kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1956) dengan judul How to do Thing With Word? Tetapi baru terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in The Philosophy of Language.
       Menurut tata bahasa ada tiga jenis kalimat, yaitu:
1)      Kalimat Deklaratif
Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, tidak usah melakukan apa-apa, sebab maksud si pengujar hanya untuk memberitahukan saja.
2)      Kalimat Interogatif
Kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang mendengar kalimat itu untuk memberi jawaban secara lisan.
3)      Kalimat Imperatif
Kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya meminta agar si pendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang diminta.
       Austin (1962) membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan kalimat performatif. Kalimat konstatif adalah kalimat yang berisi pernyataan belaka. Kalimat performatif adalah kalimat yang berisi perlakuan. Jumlah kalimat performatif dalam suatu bahasa secara relatif tidak banyak dan mempunyai pola dan norma tertentu. Kalimat performatif harus memebuhi persyaratan, yaitu:
(1)   Ucapanya harus dilakukan oleh orang tertentu yang ditunjuk;
(2)   Urutan peristiwanya sudah baku;
(3)   Yang hadir dalam upacara tersebut harus turut serta;
(4)   Upacara itu harus dilakukan secara lengkap.
       Kalimat performatif ini lazim digunakan dalam upacara pernikahan, perceraian, kelahiran, kematian, keagamaan, kenegaraan, kemiliteran, dan peresmian seminar. Kalimat performatif secara eksplisit artinya dengan menghadirkan kata-kata yang mengacu pada pelaku seperti saya dan kami. Secara implisit adalah yang tanpa menghadirkan kata-kata yang menyatakan pelaku, ada pihak yang meminta agar kita melakukan apa yang dimintanya.
       Austin (1962:150-163) membagi kalimat performatif menjadi lima kategori, yaitu:
1)   Kalimat verdikatif yakni kalimat perlakuan yang menyatakan keputusan atau penilaian;
2)   Kalimat eksersitif yakni kalimat perlakuan yang menyatakan perjanjian, nasihat, peringatan.
3)   Kalimat komisif yakni kalimat perlakuan yang dicirikan dengan perjanjian, pembicara berjanji dengan Anda untuk melakukan sesuatu.
4)   Kalimat behatitif adalah kalimat perlakuan yang berhubungan dengan tingkah laku sosial karena seseorang mendapat keberuntungan atau kemalangan.
5)   Kalimat ekspositif adalah kalimat perlakuan yang memberi penjelasan keterangan atau perincian kepada seseorang.
       Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (1962:100-102) dirumuskan menjadi:
1)      Tindak Tutur Lokusi
Merupakan tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.
2)      Tindak Tutur Ilokusi
Merupakan tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit, berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.


3)      Tindak Tutur Perlokusi
Merupakan tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain itu.
       Austin (1962) melihat tindak tutur dari pembicara, maka Searle (1965) melihat tindak tutur dari pendengar. Mengapa demikian? Karena menurut beliau, tujuan pembicara atau penutur sukar diteliti; sedangkan interprestasi lawan bicara atau pendengar mudah dilihat dari reaksi-reaksi yang diberikan terhadap ucapan-ucapan pembicara.
       Dilihat dari konteks tindak tutur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Tindak tutur langsung
Mudah dipahami oleh si pendengar karena ujarannya berupa kalimat-kalimat dengan makna lugas.
b.      Tindak tutur tidak langsung
Hanya dapat dipahami oleh si pendengar yang sudah cukup terlatih dalam memahami kalimat-kalimat yang bermakna konteks situasional.
4.3  Tindak Tutur dan Pragmatik
       Tindak tutur sebenarnya merupakan salah satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik. Kajian pragmatik adalah deiksis, presuposisi dan implikatur percakapan. Dengan ketiga kajian itu pragmatik lazim diberi defenisi “Telaah mengenai hubungan di antara lambang dengan penafsiran” (Purwo, 1990:15). Yang dimaksud dengan lambang adalah suatu ujaran, entah berupa satu kalimat atau lebih, yang “membawa” makna tertentu, yang di dalam pragmatik ditentukan atas hasil penafsiran si pendengar.
       Pragmatik menelaah hubungan lambang dengan penafsirannya, maka ada bedanya pragmatik itu dengan semantik. Keduanya memang menalaah tentang makna. Kalau pragmatik menelaah makna menurut tafsiran pendengar, semantik menelaah makna dalam hubungan antar lambang dengan objeknya atau referensinya.
       Deiksis adalah hubungan antara kata yang digunakan di dalam tindak tutur dengan referen kata yang tidak tetap atau dapat berubah dan berpindah. Kata-kata yang berkenaan dengan persona (pronomina), tempat, dan waktu.
       Presuposisi adalah makna atau informasi “tambahan” yang terdapat dalam ujaran yang digunakan secara tersirat. Jadi, di dalam ujaran tersebut selain mendapat makna “asal” yang tersirat dalam ujaran itu, terdapat pula makna lain yang hanya bisa dipahami secara tersirat.
       Implikatur percakapan adalah adanya keterkaitan antara ujaran-ujaran yang diucapkan antara dua orang yang sedang bercakap-cakap, tidak tampak secara literal, tetapi hanya dipahami secara tersirat.




















BAB III  PENUTUP
3.1 Simpulan
       Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, dan situasi tertentu.
S  = (Setting and scene)
P  = (Participants)
E  = (Ends :purpose and goal)
A  = (Act sequences)
K  = (Key : tone or spirit of act)
I  = (Instrumentalites)
N  = (Norms of interaction and interpretation)
G  = (Genres)
       Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (1962:100-102) dirumuskan menjadi:
1)      Tindak Tutur Lokusi
Merupakan tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.
2)      Tindak Tutur Ilokusi
Merupakan tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit, berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.
3)      Tindak Tutur Perlokusi
Merupakan tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain itu.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, terutama sebagai mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia. Dengan lahirnya makalah ini semoga dapat membantu mahasiswa untuk memperoleh informasi tentang sosiolinguistik serta untuk memperdalam mempelajari bahasa Indonesia tentang Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur sangat penting.


DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineke Cipta

Kamis, 17 Oktober 2013

Psikolinguistik,Bahasa Indonesia


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Pada bab VI ini akan membahas tentang produksi kalimat. Mengobservasi kalimat yang diujarkan, kita cermati bagaimana kalimat itu diuajarkan, di mana pembicara senyap (pause) di mana dia ragu, dan mengapa dia senyap dan ragu serta kesalahan-kesalahan apa yang dibuat oleh pembicara ini.
            Kesenyapan dan keraguan dalam ujaran terjadi karena pembicara lupa kata-kata apa yang dia perlukan atau dia sedang mencari kata yang paling tepat. Kesalahan yang berupa kilir lidah seperti kelapa untuk kepala menunjukkan bahwa kata ternyata tidak tersimpan secara utuh. Kenyataan bahwa kilir lidah bisa memindahkan kata tanpa infleksinya, bahwa mental kita memproses kata dan infleksinya secara terpisah. Begitu juga kilir lidah yang di namakan transpormasi menunjukkan bahwa kita merencanakan ujaran beberapa langkah kata ke depan.













BAB II PRODUKSI KALIMAT
2.1 Senyapan dan Kilir Lidah
1. Senyapan (Pause)
            Senyapan (pause) itu terjadi pada konstituen-konstituen yang memang memungkinkan untuk disenyapi. Intonasinya pun merupakan suatu kesatuan dari awal sampai akhir. Pada umumnya orang berbicara sambil berpikir sehingga makin sulit topik yang dibicarakan makin besar jumlah senyapan yang muncul. Senyapan terjadi saat pernapasan dan keraguan.
1.1 Macam Senyapan
            Pada umumnya orang senyap sebentar, entah untuk bernafas entah untuk keperluan yang lain. Senyapan yang lebih umum terjadi adalah pada waktu orang ragu-ragu (hesitation). Ada berbagai alasan mengapa orang senyap. Pertama, orang senyap karena dia telah terlanjur mulai dengan ujarannya, tetapi sebenarnya dia belum siap untuk seluruh kalimat itu. Kedua, bisa juga kesenyapan seperti ini terjadi karena dia lupa akan kata-kata yang dia perlukan. Ketiga, dia sangat harus berhati-hati dalam memilih kata agar dampaknya pada pendengar atau publik tidak.
            Ketidak-siapan maupun keberhati-hatian dalam berujar seperti ini terwujud dalam: senyapan diam dan senyapan terisi. Pada senyapan diam, pembicara berhenti sejenak dan diam saja dan setelah menemukan kata-kata yang dicari dia melanjutkan kalimatnya.
1.2 Letak Senyapan
            Senyapan keraguan tidak terdapat di sembarang tempat. Akan tetapi, di mana persisnya belum ada kesepakatan yang mantap di antara para ahli. Jeda gramatikal (grammatical juncture) adalah tempat senyap untuk merencanakan kerangka maupun konstituen pertama dari kalimat yang akan diujarkan. Senyapan seperti ini cenderung lama dan sering. Senyapan seperti ini adalah logis karena senyapan ini dipakai pula untuk bernafas. Setelah kerangka terbentuk, maka konstituen harus diisi dengan kata-kata.



2 Kekeliruan
            Dapat disebabkan oleh kilir lidah atau oleh penyakit afasia. Kekeliruan itu terjadi karena kita tidak memproduksi kata yang sebenarnya kita kehendaki. Kekeliruan afasik muncul karena otak kita terganggu sehingga kita menjadi tidak mampu untuk mengujarkan kata yang kita inginkan.
2.1 Kilir Lidah
            Kilir lidah adalah suatu fenomena dalam produksi ujaran di mana pembicara “terkilir” lidahnya sehingga kata-kata yang diproduksi bukanlah kata yang dia maksudkan. Pertama, Kilir lidah yang munculnya disebabkan oleh seleksi yang keliru ada tiga jenis, (a) seleksi semantik yang keliru, (b) malaproprisme, (c) campur kata (blends). Kedua, kekeliruan asembling.
2.1.1 kekeliruan Seleksi
            Seleksi semantik yang keliru disebut “Freudian slips”, manusia menyimpan kata berdasarkan sifat-sifat kodrati yang ada pada kata-kata itu. Kekeliruan pada seleksi semantik umumnya berwujud kata yang utuh dan berasal dari medan semantik yang sama.
            Kilir lidah malaproprisme berasal dari peran seorang wanita dalam sebuah novel karangan Richard Sheridan, The Rival’s yang bernama Ny. Malaprop. Dengan memakai kata yang muluk-muluk. Akan tetapi, yang terjadi adalah bahwa kata-kata  itu bentuknya memang mirip tetapi keliru.
Campur-kata (blends), muncul bila orang tergesa-gesa sehingga dia mengambil satu atau sebagian suku dari kata pertama dan satu atau sebagian suku lagi dari kata yang kedua dan kemudian kedua bentuk itu dijadikan satu.
2.1.2 Kekeliruan Asembling
            Kekeliruan asembling adalah bentuk kekeliruan di mana kata-kata yang dipilih sudah benar tetapi aemblingnya keliru. Pertama, transposisi adalah orang memindahkan kata atau bunyi dari suatu posisi ke posisi yang lain. Kasus transposisi adalah apa yang dinamakan spoonerism.

            Kedua, kelompok asembling adalah kekeliruan antisipasi. Pembicara mengantisipasi akan munculnya suatu bunyi, lalu bunyi itu diucapkan sebagai ganti dari bunyi yang seharusnya. Ketiga, kekeliruan yang dinamakan perseverasi (perseveration) disebut juga repetisi adalah kebalikan dari antisipasi. Perseverasi kekeliruan itu terjadi pada kata yang dibelakang.
2.2 Afasia
            Afasia adalah suatu penyakit wicara di mana orang tidak dapat berbicara dengan baik karena adanya penyakit pada otak. Penyakit itu disebut stroke, yakni, sebagian dari otaknya kekurangan oksigen sehingga bagian tadi menjadi cacat.
3 Unit-unit pada Kilir Lidah
3.1 Kekeliruan Fitur Distingtif
            Fitur distingtif terjadi bila yang terkilir bukannya suatu fonem, tetapi hanya fitur distingtif dari fonem itu saja.
3.2 Kekeliruan Segmen Fonetik
            Kekeliruan di mana bunyi yang saling mengganti berbeda lebih dari satu fitur distingtif dinamakan keliruan segmen fonetik. Kekeliruan di mana dua fonem tertukar tempat. Implikasinya terhadap sistem penyimpanan kata. Kekeliruan di mana kata itu terpecah-pecah dalam bentuk bunyi dan karenanya salah satu bunyi itu dapat terlepas dan diganti dengan bunyi lain.
3.3 Kekeliruan Sukukata
            Hampir selalu tertukar itu adalah konsonan pertama dari suatu suku dengan konsonan pertama dari suku lain. Contoh: ke-pa-la           ke-la-pa
3.4 Kekeliruan Kata
            Kekeliruan ini terjadi bila yang tertukar tempat adalah kata. Pada umumnya orang menyadari bila dia telah membuat kekeliruan seperti ini dan mengoreksinya. Akan tetapi, kadang-kadang kekeliruan itu berlalu tanpa pembicara menyadarinya.

2.2 Lupa-Lupa Ingat dan Latah
            Gejala lupa-lupa ingat tampaknya ada pola tertentu yang diikuti orang, yakni:
a.       Jumlah suku kata selalu benar,
b.      Bunyi awal kata itu juga benar,
c.       Hasil akhir kekeliruan itu mirip dengan kata yang sebenarnya.
Latah adalah suatu tindak kebahasaan di mana seseorang, waktu terkejut atau dikejutkan mengeluarkan kata-katasecara spontan dan tidak sadar dengan apa yang dia katakan.
2.3 Proses Pengujaran
            Artikulasinya yakni, bagaimana mewujudkan ujaran itu dalam bentuk bunyi yang akan dimengerti oleh interlokuternya seperti yang kita maksudkan. Langkah-langkahnya adalah: kategori sintaktik “nomina”, gender tak-netral, dan bentuk tunggal, morphological encoding berkaitan dengan morfologi, phonological encoding morfem ini diwujudkan bunyi-bunyinya, sukukatanya bagaimana, dan tekanan katanya bagaimana, phonetik encoding untuk diproses fitur-fitur fonetiknya.
2.4 Artikulasi Kalimat
            Proses artikulasi untuk bunyi disesuaikan dengan keadaan aparatus ujaran. Seandainya kata pertama dalam kalimat yang akan kita ujarkan adalah rokok maka korteks motor (sebuah jalur di otak yang mengendalikan lidah, rahang, gigi, pita suara dan mekanisme wicara) akan memberikan instruksi seolah-olah berbunyi: pita suara, bersiap-siaplah untuk bergetar. Lidah, tempelkan ujungmu pada daerah alveolar dan getaran berkali-kali. Pita suara, bersamaan dengan bergetarnya lidah itu, bergetarlah kamu. Uvula, menempellah pada tenggorokan agar udara tidak keluar lewat hidung.
2.5 Bagaimana Kekeliruan Terjadi
            Karena kecepatan ujaran atau karena alasan-alasan yang lain bisa saja kata kalimat yang diujarkan itu menjadi keliru. Munculnya kekeliruan mengikuti urutan tertentu.