Kamis, 17 Oktober 2013

Psikolinguistik,Bahasa Indonesia


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Pada bab VI ini akan membahas tentang produksi kalimat. Mengobservasi kalimat yang diujarkan, kita cermati bagaimana kalimat itu diuajarkan, di mana pembicara senyap (pause) di mana dia ragu, dan mengapa dia senyap dan ragu serta kesalahan-kesalahan apa yang dibuat oleh pembicara ini.
            Kesenyapan dan keraguan dalam ujaran terjadi karena pembicara lupa kata-kata apa yang dia perlukan atau dia sedang mencari kata yang paling tepat. Kesalahan yang berupa kilir lidah seperti kelapa untuk kepala menunjukkan bahwa kata ternyata tidak tersimpan secara utuh. Kenyataan bahwa kilir lidah bisa memindahkan kata tanpa infleksinya, bahwa mental kita memproses kata dan infleksinya secara terpisah. Begitu juga kilir lidah yang di namakan transpormasi menunjukkan bahwa kita merencanakan ujaran beberapa langkah kata ke depan.













BAB II PRODUKSI KALIMAT
2.1 Senyapan dan Kilir Lidah
1. Senyapan (Pause)
            Senyapan (pause) itu terjadi pada konstituen-konstituen yang memang memungkinkan untuk disenyapi. Intonasinya pun merupakan suatu kesatuan dari awal sampai akhir. Pada umumnya orang berbicara sambil berpikir sehingga makin sulit topik yang dibicarakan makin besar jumlah senyapan yang muncul. Senyapan terjadi saat pernapasan dan keraguan.
1.1 Macam Senyapan
            Pada umumnya orang senyap sebentar, entah untuk bernafas entah untuk keperluan yang lain. Senyapan yang lebih umum terjadi adalah pada waktu orang ragu-ragu (hesitation). Ada berbagai alasan mengapa orang senyap. Pertama, orang senyap karena dia telah terlanjur mulai dengan ujarannya, tetapi sebenarnya dia belum siap untuk seluruh kalimat itu. Kedua, bisa juga kesenyapan seperti ini terjadi karena dia lupa akan kata-kata yang dia perlukan. Ketiga, dia sangat harus berhati-hati dalam memilih kata agar dampaknya pada pendengar atau publik tidak.
            Ketidak-siapan maupun keberhati-hatian dalam berujar seperti ini terwujud dalam: senyapan diam dan senyapan terisi. Pada senyapan diam, pembicara berhenti sejenak dan diam saja dan setelah menemukan kata-kata yang dicari dia melanjutkan kalimatnya.
1.2 Letak Senyapan
            Senyapan keraguan tidak terdapat di sembarang tempat. Akan tetapi, di mana persisnya belum ada kesepakatan yang mantap di antara para ahli. Jeda gramatikal (grammatical juncture) adalah tempat senyap untuk merencanakan kerangka maupun konstituen pertama dari kalimat yang akan diujarkan. Senyapan seperti ini cenderung lama dan sering. Senyapan seperti ini adalah logis karena senyapan ini dipakai pula untuk bernafas. Setelah kerangka terbentuk, maka konstituen harus diisi dengan kata-kata.



2 Kekeliruan
            Dapat disebabkan oleh kilir lidah atau oleh penyakit afasia. Kekeliruan itu terjadi karena kita tidak memproduksi kata yang sebenarnya kita kehendaki. Kekeliruan afasik muncul karena otak kita terganggu sehingga kita menjadi tidak mampu untuk mengujarkan kata yang kita inginkan.
2.1 Kilir Lidah
            Kilir lidah adalah suatu fenomena dalam produksi ujaran di mana pembicara “terkilir” lidahnya sehingga kata-kata yang diproduksi bukanlah kata yang dia maksudkan. Pertama, Kilir lidah yang munculnya disebabkan oleh seleksi yang keliru ada tiga jenis, (a) seleksi semantik yang keliru, (b) malaproprisme, (c) campur kata (blends). Kedua, kekeliruan asembling.
2.1.1 kekeliruan Seleksi
            Seleksi semantik yang keliru disebut “Freudian slips”, manusia menyimpan kata berdasarkan sifat-sifat kodrati yang ada pada kata-kata itu. Kekeliruan pada seleksi semantik umumnya berwujud kata yang utuh dan berasal dari medan semantik yang sama.
            Kilir lidah malaproprisme berasal dari peran seorang wanita dalam sebuah novel karangan Richard Sheridan, The Rival’s yang bernama Ny. Malaprop. Dengan memakai kata yang muluk-muluk. Akan tetapi, yang terjadi adalah bahwa kata-kata  itu bentuknya memang mirip tetapi keliru.
Campur-kata (blends), muncul bila orang tergesa-gesa sehingga dia mengambil satu atau sebagian suku dari kata pertama dan satu atau sebagian suku lagi dari kata yang kedua dan kemudian kedua bentuk itu dijadikan satu.
2.1.2 Kekeliruan Asembling
            Kekeliruan asembling adalah bentuk kekeliruan di mana kata-kata yang dipilih sudah benar tetapi aemblingnya keliru. Pertama, transposisi adalah orang memindahkan kata atau bunyi dari suatu posisi ke posisi yang lain. Kasus transposisi adalah apa yang dinamakan spoonerism.

            Kedua, kelompok asembling adalah kekeliruan antisipasi. Pembicara mengantisipasi akan munculnya suatu bunyi, lalu bunyi itu diucapkan sebagai ganti dari bunyi yang seharusnya. Ketiga, kekeliruan yang dinamakan perseverasi (perseveration) disebut juga repetisi adalah kebalikan dari antisipasi. Perseverasi kekeliruan itu terjadi pada kata yang dibelakang.
2.2 Afasia
            Afasia adalah suatu penyakit wicara di mana orang tidak dapat berbicara dengan baik karena adanya penyakit pada otak. Penyakit itu disebut stroke, yakni, sebagian dari otaknya kekurangan oksigen sehingga bagian tadi menjadi cacat.
3 Unit-unit pada Kilir Lidah
3.1 Kekeliruan Fitur Distingtif
            Fitur distingtif terjadi bila yang terkilir bukannya suatu fonem, tetapi hanya fitur distingtif dari fonem itu saja.
3.2 Kekeliruan Segmen Fonetik
            Kekeliruan di mana bunyi yang saling mengganti berbeda lebih dari satu fitur distingtif dinamakan keliruan segmen fonetik. Kekeliruan di mana dua fonem tertukar tempat. Implikasinya terhadap sistem penyimpanan kata. Kekeliruan di mana kata itu terpecah-pecah dalam bentuk bunyi dan karenanya salah satu bunyi itu dapat terlepas dan diganti dengan bunyi lain.
3.3 Kekeliruan Sukukata
            Hampir selalu tertukar itu adalah konsonan pertama dari suatu suku dengan konsonan pertama dari suku lain. Contoh: ke-pa-la           ke-la-pa
3.4 Kekeliruan Kata
            Kekeliruan ini terjadi bila yang tertukar tempat adalah kata. Pada umumnya orang menyadari bila dia telah membuat kekeliruan seperti ini dan mengoreksinya. Akan tetapi, kadang-kadang kekeliruan itu berlalu tanpa pembicara menyadarinya.

2.2 Lupa-Lupa Ingat dan Latah
            Gejala lupa-lupa ingat tampaknya ada pola tertentu yang diikuti orang, yakni:
a.       Jumlah suku kata selalu benar,
b.      Bunyi awal kata itu juga benar,
c.       Hasil akhir kekeliruan itu mirip dengan kata yang sebenarnya.
Latah adalah suatu tindak kebahasaan di mana seseorang, waktu terkejut atau dikejutkan mengeluarkan kata-katasecara spontan dan tidak sadar dengan apa yang dia katakan.
2.3 Proses Pengujaran
            Artikulasinya yakni, bagaimana mewujudkan ujaran itu dalam bentuk bunyi yang akan dimengerti oleh interlokuternya seperti yang kita maksudkan. Langkah-langkahnya adalah: kategori sintaktik “nomina”, gender tak-netral, dan bentuk tunggal, morphological encoding berkaitan dengan morfologi, phonological encoding morfem ini diwujudkan bunyi-bunyinya, sukukatanya bagaimana, dan tekanan katanya bagaimana, phonetik encoding untuk diproses fitur-fitur fonetiknya.
2.4 Artikulasi Kalimat
            Proses artikulasi untuk bunyi disesuaikan dengan keadaan aparatus ujaran. Seandainya kata pertama dalam kalimat yang akan kita ujarkan adalah rokok maka korteks motor (sebuah jalur di otak yang mengendalikan lidah, rahang, gigi, pita suara dan mekanisme wicara) akan memberikan instruksi seolah-olah berbunyi: pita suara, bersiap-siaplah untuk bergetar. Lidah, tempelkan ujungmu pada daerah alveolar dan getaran berkali-kali. Pita suara, bersamaan dengan bergetarnya lidah itu, bergetarlah kamu. Uvula, menempellah pada tenggorokan agar udara tidak keluar lewat hidung.
2.5 Bagaimana Kekeliruan Terjadi
            Karena kecepatan ujaran atau karena alasan-alasan yang lain bisa saja kata kalimat yang diujarkan itu menjadi keliru. Munculnya kekeliruan mengikuti urutan tertentu.