BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peristiwa
tutur (Inggris: speech event) adalah
terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran
atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan
satu pokok tuturan, di dalam waktu, dan situasi tertentu.
Peristiwa tutur terorganisasikan untuk
mencapai suatu tujuan. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala
yang terdapat pada suatu proses, yakni proses komunikasi. Austin
(1962:100-102): Tindak Tutur Lokusi,
Tindak Tutur Ilokusi, dan Tindak Tutur Perlokusi.
Tindak tutur sebenarnya merupakan salah
satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik. Kajian pragmatik adalah deiksis, presuposisi dan implikatur percakapan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah yang dimaksud dengan peristiwa tutur?
1.2.2
Apa sajakah yang dirumuskan dalam tindak tutur?
1.2.3
Apa sajakah yang termasuk dalam kajian pragmatik?
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1
Untuk mengetahui tentang peristiwa tutur.
1.3.2
Untuk mengetahui yang dirumuskan dalam tindak tutur.
1.3.3
Agar mengetahui tentang kajian pragmatik.
BAB II PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR
4.1 Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau
berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang
melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,
di dalam waktu, dan situasi tertentu. Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar
sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai delapan
komponen, dan dibentuk menjadi akronim SPEAKING
(diangkat dari Wadhaugh 1990):
S = (Setting and scene)
P = (Participants)
E = (Ends :purpose and goal)
A = (Act sequences)
K = (Key : tone or spirit of act)
I = (Instrumentalites)
N = (Norms of interaction and interpretation)
G = (Genres)
Setting
and scene: setting berkenaan
dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Scene
pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu,
tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi
bahasa yang berbeda.
Participants
adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan
pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan).
Ends
merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.
Act
sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran yang berkenaan dengan
kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunanya, dan hubungan antara apa yang
dikatakan dengan topik pembicaraan.
Key
mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan, dapat
juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
Instrumentalities
mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis,
melalui telegraf atau telepon. Juga mengacu pada kode ujaran, seperti bahasa,
dialek, fragam, atau register.
Noam
of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam
berinteraksi. Misalnya, berinterupsi, bertanya.
Genre
mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, dan
doa,.
4.2 Tindak Tutur
Peristiwa
tutur terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Tindak tutur dan peristiwa
tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada suatu proses, yakni proses
komunikasi. Istilah dan teori mengenai tindak tutur diperkenalkan oleh J.L.
Austin seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1956. Kemudian
dibukukan oleh J.O. Urmson (1956) dengan judul How to do Thing With Word? Tetapi baru terkenal dalam studi
linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in The Philosophy of Language.
Menurut tata bahasa ada tiga jenis
kalimat, yaitu:
1)
Kalimat
Deklaratif
Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya
meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja,
tidak usah melakukan apa-apa, sebab maksud si pengujar hanya untuk
memberitahukan saja.
2)
Kalimat
Interogatif
Kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya
meminta agar pendengar atau orang yang mendengar kalimat itu untuk memberi
jawaban secara lisan.
3)
Kalimat
Imperatif
Kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya meminta
agar si pendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa
tindakan atau perbuatan yang diminta.
Austin (1962) membedakan kalimat
deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan kalimat
performatif. Kalimat konstatif adalah kalimat yang berisi pernyataan belaka.
Kalimat performatif adalah kalimat yang berisi perlakuan. Jumlah kalimat
performatif dalam suatu bahasa secara relatif tidak banyak dan mempunyai pola
dan norma tertentu. Kalimat performatif harus memebuhi persyaratan, yaitu:
(1)
Ucapanya harus dilakukan oleh orang
tertentu yang ditunjuk;
(2)
Urutan peristiwanya sudah baku;
(3)
Yang hadir dalam upacara tersebut harus
turut serta;
(4)
Upacara itu harus dilakukan secara
lengkap.
Kalimat performatif ini lazim digunakan
dalam upacara pernikahan, perceraian,
kelahiran, kematian, keagamaan, kenegaraan, kemiliteran, dan peresmian seminar.
Kalimat performatif secara eksplisit artinya dengan menghadirkan kata-kata yang
mengacu pada pelaku seperti saya dan kami. Secara implisit adalah yang tanpa
menghadirkan kata-kata yang menyatakan pelaku, ada pihak yang meminta agar kita
melakukan apa yang dimintanya.
Austin (1962:150-163) membagi kalimat
performatif menjadi lima kategori, yaitu:
1)
Kalimat verdikatif yakni kalimat
perlakuan yang menyatakan keputusan atau penilaian;
2)
Kalimat eksersitif yakni kalimat
perlakuan yang menyatakan perjanjian, nasihat, peringatan.
3)
Kalimat komisif yakni kalimat perlakuan
yang dicirikan dengan perjanjian, pembicara berjanji dengan Anda untuk
melakukan sesuatu.
4)
Kalimat behatitif adalah kalimat
perlakuan yang berhubungan dengan tingkah laku sosial karena seseorang mendapat
keberuntungan atau kemalangan.
5)
Kalimat ekspositif adalah kalimat
perlakuan yang memberi penjelasan keterangan atau perincian kepada seseorang.
Tindak tutur yang dilangsungkan dengan
kalimat performatif oleh Austin (1962:100-102) dirumuskan menjadi:
1)
Tindak
Tutur Lokusi
Merupakan tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam
arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat
dipahami.
2)
Tindak
Tutur Ilokusi
Merupakan tindak tutur yang biasanya
diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit, berkenaan dengan
pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.
3)
Tindak
Tutur Perlokusi
Merupakan tindak tutur yang berkenaan dengan adanya
ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang
lain itu.
Austin (1962) melihat tindak tutur dari
pembicara, maka Searle (1965) melihat tindak tutur dari pendengar. Mengapa
demikian? Karena menurut beliau, tujuan pembicara atau penutur sukar diteliti;
sedangkan interprestasi lawan bicara atau pendengar mudah dilihat dari
reaksi-reaksi yang diberikan terhadap ucapan-ucapan pembicara.
Dilihat dari konteks tindak tutur dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Tindak
tutur langsung
Mudah dipahami oleh si pendengar karena ujarannya
berupa kalimat-kalimat dengan makna lugas.
b. Tindak
tutur tidak langsung
Hanya dapat dipahami oleh si pendengar yang sudah
cukup terlatih dalam memahami kalimat-kalimat yang bermakna konteks
situasional.
4.3
Tindak Tutur dan Pragmatik
Tindak tutur sebenarnya merupakan salah
satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik. Kajian pragmatik adalah deiksis, presuposisi dan implikatur percakapan. Dengan ketiga
kajian itu pragmatik lazim diberi defenisi “Telaah mengenai hubungan di antara
lambang dengan penafsiran” (Purwo, 1990:15). Yang dimaksud dengan lambang
adalah suatu ujaran, entah berupa satu kalimat atau lebih, yang “membawa” makna
tertentu, yang di dalam pragmatik ditentukan atas hasil penafsiran si
pendengar.
Pragmatik menelaah hubungan lambang
dengan penafsirannya, maka ada bedanya pragmatik itu dengan semantik. Keduanya memang menalaah
tentang makna. Kalau pragmatik menelaah makna menurut tafsiran pendengar,
semantik menelaah makna dalam hubungan antar lambang dengan objeknya atau
referensinya.
Deiksis
adalah hubungan antara kata yang digunakan di dalam tindak tutur dengan referen
kata yang tidak tetap atau dapat berubah dan berpindah. Kata-kata yang
berkenaan dengan persona (pronomina), tempat, dan waktu.
Presuposisi
adalah makna atau informasi “tambahan” yang terdapat dalam ujaran yang
digunakan secara tersirat. Jadi, di dalam ujaran tersebut selain mendapat makna
“asal” yang tersirat dalam ujaran itu, terdapat pula makna lain yang hanya bisa
dipahami secara tersirat.
Implikatur
percakapan adalah adanya keterkaitan antara ujaran-ujaran yang diucapkan antara
dua orang yang sedang bercakap-cakap, tidak tampak secara literal, tetapi hanya
dipahami secara tersirat.
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau
berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang
melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,
di dalam waktu, dan situasi tertentu.
S = (Setting and scene)
P = (Participants)
E = (Ends :purpose and goal)
A = (Act sequences)
K = (Key : tone or spirit of act)
I = (Instrumentalites)
N = (Norms of interaction and interpretation)
G = (Genres)
P = (Participants)
E = (Ends :purpose and goal)
A = (Act sequences)
K = (Key : tone or spirit of act)
I = (Instrumentalites)
N = (Norms of interaction and interpretation)
G = (Genres)
Tindak tutur yang dilangsungkan dengan
kalimat performatif oleh Austin (1962:100-102) dirumuskan menjadi:
1)
Tindak
Tutur Lokusi
Merupakan tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam
arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat
dipahami.
2)
Tindak
Tutur Ilokusi
Merupakan tindak tutur yang biasanya
diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit, berkenaan dengan
pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.
3)
Tindak
Tutur Perlokusi
Merupakan tindak tutur yang berkenaan dengan adanya
ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang
lain itu.
3.2 Saran
Sebagai
mahasiswa di perguruan tinggi, terutama sebagai mahasiswa jurusan Bahasa
Indonesia. Dengan lahirnya makalah ini semoga dapat
membantu mahasiswa untuk memperoleh informasi tentang sosiolinguistik serta untuk memperdalam
mempelajari bahasa Indonesia tentang Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Chaer dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta : Rineke Cipta