Selasa, 21 Mei 2013

Pendidikan dalam Persepsi Kyai Haji Ahmad Dahlan



Kajian Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam Menurut Ahmad Dahlan

A.  Riwayat Hidup Ahmad Dahlan (1868-1923 M)
            Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).

            Pada usia yang masih muda, ia membuat heboh dengan membuat  tanda shaf dalam masjid Agung dengan memakai kapur, tanda shaf itu bertujuan untuk memberi arah kiblat yang benar dalam masjid. Berdasarkan hasil penelitian yang sedehana Ahmad Dahlan berksimpulan bahwa kiblat di masjid Agung itu kurang benar dan oleh karna itu harus dibetulkan. Penghulu kepala yang bertugas menjaga masjid Agung dengan cepat menyuruh orang membersihkan lantai masjid dan tanda shaf ditulis dengn benar. Atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, Ahmad Dahlan dikrim ke Mekkah untuk mempelajari masalah kiblat tersebut secara mendalam. Sekembalinya dari Mekkah Ahmad Dahlan diangkat sebagai khatib menggantikan ayahnya dan mendapat gelar “Mas”.

            Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.

            Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.

Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo-organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal duni. Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.

Bagi Kiai Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati. Ahmad Dahlan adalah seorang yang lebih bersifat pragmatikus yang sering menekankan semboyan kepada murid-muridnya, sedikit bicara, banyak bekerja. Beliau juga adalah seorang murid ulama Syafi’iyah, Syaikh Ahmad Khatib yang terkenal di Mekkah.

Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan lantas mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Maka Kiai Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.

Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.

Pada tanggal 01 Desember 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar dalam lingkungan keraton Yogya. Di sekolah ini pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen dan merupakan sekolah Islam swasta pertama yang mendapatkan subsidi pemerintah.

Di bidang organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah ini, karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu - sekarang dikenal dengan nama Pramuka - dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.

Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian kader-kader terpercaya, sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan keadaan dan kemajuan zaman. Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak menyimpang dari tradisi yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya dipandang aneh. Sang Kiai sering diteror seperti diancam bunuh, rumahnya dilempari batu dan kotoran binatang.

Ketika mengadakan dakwah di Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh dan dituduh sebagai kiai palsu. Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan mempunyai risiko. Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubaban yang diajarkannya. Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya. Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota Muhammadiyah. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.

Melihat metoda pembaruan KH Ahmad Dahlan ini, beliaulah ulama Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam di Indonesia yang melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan um’mat, tidak dengan pesantren dan tidak dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi. Sebab selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren seperti halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau juga konon belum pernah mengarang sesuatu kitab atau buku agama.

Muhammadiyah sebagai organisasi tempat beramal dan melaksanakan ide-ide pembaruan Kiai Dahlan ini sangat menarik perhatian para pengamat perkembangan Islam dunia ketika itu. Para sarjana dan pengarang dari Timur maupun Barat sangat memfokuskan perhatian pada Muhammadiyah. Nama Kiai Haji Akhmad Dahlan pun semakin tersohor di dunia. Dalam kancah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, peranan dan sumbangan beliau sangatlah besar. Kiai Dahlan dengan segala ide-ide pembaruan yang diajarkannya merupakan saham yang sangat besar bagi Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20.

Kiai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni KH. Muhammad Shaleh di bidang ilmu fikih; dari KH. Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa); dari KH. Raden Dahlan di bidang ilmu falak (astronomi); dari Kiai Mahfud dan Syekh KH. Ayyat di bidang ilmu hadis; dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan dan racun binatang.

            Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
  1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
  2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
  3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
  4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Dianataranya K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at al-Qur’an).

B.     Pandangan Ahmad Dahlan dalam Pendidikan
            Menurut Dahlan Pendidikan merupakan upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis. Mereka hendaknya dididik agar cerdas, kritis dan memiliki daya analisis yang tajam dalam melakukan pemetaan dinamika kehidupannya pada masa depan. Pelaksanaan pedidikan –kata Ahmad Dahlan- hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal maupun horizontal. Pedidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada khaliqnya.

            Pendidikan menurutnya adalah mengembangkan sikap kritis, dialogis, menghargai potensi akal dan hati yang suci, karna semuanya merupakan cara strategis bagi peserta didik mencapai pengetahuan yang tertinggi. Dari batasan ini terlihat bahwa Dahlan ingin meletakkan visi dasar bagi reformasi pendidikan Islam melalui penggabungan system pendidikan modern dan tradisional secara harmonis dan integral. Oleh karena itu pendidikan hendaknya berorientasi pada upaya membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama’ luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniawian, serta bertujuan untuk kemajuan masyarakatnya. Hal ini berarti pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai abad maupun khalifah fi al-ardh.

             Dahlan mencoba menawarkan materi pendidikan yang tepat, 
yakni pengajaran Al-Qur’an dan al-hadist, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi dan menggambar. Dahlan menginginkan pola pendidikan yang modern dan profesional dengan menggunakan sistem pengajaran klasikal, di sini juga ia kemudian mengadopsi sistem pendidikan model Belanda dan pendidikan tradisional yang integral.

            Abuddin Nata (1997) menyimpulkan ide yang dikemukakan oleh Ahmad Dahlan adalah:
a.       Memperbaharui dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah.
b.      Memasukkan mata pelajaran umum pada sekolah-sekolah atau madrasah.
c.       Mengadakan perubahan dalam metode pembelajaran dari metode dorongan kepada metode yang lebih bervariasi.
d.      Mengajarkan sikap hidup yang toleran dan terbuka.
e.       Dengan organisasi Muhammadyah dikembangkan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi dengan memperkenalkan dan menerapkan manajemen modern dalam sistem pendidikan.

C.    Gagasan Ahmad Dahlan
Gagasan pemikiran pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi: Landasan pendidikan yang kokoh dan tujuan Pendidikan Islam yang diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Materi pendidikan hendaknya meliputi: Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan Al- Hadis, pendidikan individu, pendidikan kemasyarakatan dan model mengajar.

Upaya mengaktualisasikan gagasan pemikiran pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi :
1.    Landasan pendidikan yang kokoh adalah landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (Khaliq) maupun horizontal (makhluk) (Abdul Munir Mulkan 1993, hlm. 66).

2.    Epistemologi pendidikan Islam, ilmu pengetahuan dapat diperoleh apabila peserta didik (manusia) mendayagunakan berbagai media, baik yang diperoleh melalui persepsi inderawi, akal, kalbu, wahyu maupun ilham. Oleh karena itu, aktivitas pendidikan dalam Islam hendaknya memberikan kemungkinan yang sebesar-besarnya bagi pengembangan kesemua dimensi tersebut. Menurut Ahmad Dahlan, pengembangan merupakan proses integrasi ruh dan jasad. Konsep ini diketengahkannya dengan menggariskan perlunya pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung.

D.    Tujuan Pendidikan Islam
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya (Asmuni Abdurrahman 1990, hlm. 120).

Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Akibat dualisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum, dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.

Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.

E.     Pendapat Pendidikan Menurut Para Ahli

1.      Ahmad Dahlan tentang Pendidikan merupakan upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis.
2.      Naquib Al-Atas yang dikutip oleh Ali, mengatakan pendidikan Islam ialah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat  yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan (1999: 10 ).
3.      Mukhtar Bukhari yang dikutip oleh Halim Soebahar, mengatakan pendidikan Ialam adalah seganap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa, dan keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yang mendasarkannya program pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam (2002: 12).
4.      Fadlil Al-Jamali yang dikutipoleh Muzayyin Arifin, pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitroh) dan kemampuan ajarnya (2003: 18).
5.      Ibnu Khaldun tentang pendidikan islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis empiris. Melalui pendekatan ini, memberikan arah terhadap visi tujuan pendidikan islam secara ideal dan praktis.
6.      Rahmat El-Yunasiah tentang pendidikan adalah lebih mementingkan kependidikan wanita dari pada kaum laki-laki. Ia sangat ingin melihat kaum wanita indonesia memperoleh kesempatan penuh menuntut ilmu pengetahuan yang sesuai dengan fitrah wanita.
7.      KH. Abdul Halim tentang Pendidikan yaitu menekankan tiga unsur yaitu ahlak, sosial dan ekonomi ini ternyata banyak menarik minat masyarakat.

Pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk mengejewantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dalam nama lembaganya maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Yang dimaksud dengan pendidikan Islam di sini adalah : pertama, ia merupakan suatu upaya atau proses yang dilakukan secara sadar dan terencana membantu peserta didik melalui pembinaan, asuhan, bimbingan dan pengembangan potensi mereka secara optimal, agar nantinya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai keyakinan dan pandangan hidupnya demi keselamatan di dunia dan akherat. Kedua,merupakan usaha yang sistimatis, pragmatis dan metodologis dalam membimbing anak didik atau setiap individu dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam secara utuh, demi terbentuknya kepribadian yang utama menurut ukuran islam. Dan ketiga, merupakan segala upaya pembinaan dan pengembangan potensi anak didik untuk di arahkan mengikuti jalan yang islami demi memperoleh keutamaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat. 

Maka dengan demikian, pendidikan Islam dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan, bahwa pendidikan Islam sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia, baik dari aspek rohaniah, jasmaniah, dan juga harus berlangsung secara hirarkis. Oleh karena itu, pendidikan Islam merupakan suatu proses kematangan, perkembangan atau pertumbuhan baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah  tujuan transformatif dan inovatif.

Pendidikan islam sebagaimana rumusannya di atas, menurut Abd Halim Subahar ( 1992:64) memiliki beberapa prinsip yang membedakannya dengan pendidikan lainnya, antara lain :
  • Prinsip tauhid
  • Prinsip Integrasi
  • Prinsip Keseimbangan
  • Prinsip persamaan
  • Prinsip pendidikan seumur hidup, dan
  • Prinsip keutamaan.
Sedangkan tujuan pendidikan islam dapat dirumuskan sebagai berikut :
  1. Untuk membentuk akhlak ulkarimah.
  2. Membantu peserta didik dalam mengembangkan kognisi, afeksi dan psikomotori guna memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai pedoman hidupnya sekaligus sebagai kontrol terhadap pola fikir, pola laku dan sikap mental.
  3. Membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin dangan membentuk mereka menjadi manusia beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian integratif, mandiri dan menyadari sepenuhnya peranan dan tanggung jawab dirinya di muka bumi ini sebagai abdulloh dan kholifatulloh.







Daftar Pustaka

Alavi Zainuddin.2003.Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa Raya.
Nata Abudin.2010.Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pres.
Nata Abudin.2005.Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Syar’I Abudin.2001.Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pres.

Tidak ada komentar: