Kajian
Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam Menurut Ahmad Dahlan
A. Riwayat Hidup Ahmad Dahlan
(1868-1923 M)
Kyai Haji
Ahmad Dahlan lahir di
Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH.
Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari
tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik
bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim,
salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran
agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana
Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang
Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH.
Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada
usia yang masih muda, ia membuat heboh dengan membuat tanda shaf dalam masjid Agung dengan memakai kapur, tanda shaf itu bertujuan untuk
memberi arah kiblat yang benar dalam masjid. Berdasarkan hasil penelitian yang
sedehana Ahmad Dahlan berksimpulan bahwa kiblat di masjid Agung itu kurang benar
dan oleh karna itu harus dibetulkan. Penghulu kepala yang bertugas menjaga
masjid Agung dengan cepat menyuruh orang membersihkan lantai masjid dan tanda
shaf ditulis dengn benar. Atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, Ahmad Dahlan
dikrim ke Mekkah untuk mempelajari masalah kiblat tersebut secara mendalam. Sekembalinya
dari Mekkah Ahmad Dahlan diangkat sebagai khatib menggantikan ayahnya dan mendapat
gelar “Mas”.
Pada
umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu
dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu
Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama
menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap
selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib
yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia
mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah
dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang
kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri
Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat
enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai
Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai
Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya
dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia
pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan
masuk Boedi Oetomo-organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di
sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota.
Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo
sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka
sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang
bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti
pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal duni.
Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah
organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah
1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui
organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat
Islam.
Bagi Kiai Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui
kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara
tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan dan
tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan Qur'an
semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya. Dengan demikian
diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan Qur’an
itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya
mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga
Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati. Ahmad Dahlan
adalah seorang yang lebih bersifat pragmatikus yang sering menekankan semboyan
kepada murid-muridnya, sedikit bicara, banyak bekerja. Beliau juga adalah seorang
murid ulama Syafi’iyah, Syaikh Ahmad Khatib yang terkenal di Mekkah.
Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan lantas mereformasi sistem
pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak
efektif metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu
pengetahuan umum. Maka Kiai Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan
memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga
Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun
memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus
mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau
telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan
rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin
meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang
terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada
perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan larangan ziarah
kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton
seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan
agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme,
dan kejawen.
Pada tanggal 01
Desember 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar dalam lingkungan
keraton Yogya. Di sekolah ini pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru
pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen dan merupakan sekolah Islam
swasta pertama yang mendapatkan subsidi pemerintah.
Di bidang organisasi, pada tahun
1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita.
Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah
ini, karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan
perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda,
Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu - sekarang dikenal dengan nama Pramuka
- dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari
baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi.
Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka
sekarang.
Pembentukan Hizbul Wathan ini
dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para pemuda yang merupakan bunga harapan
agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian kader-kader terpercaya, sekaligus
menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot melainkan progressif. Tidak
ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan keadaan dan kemajuan zaman. Karena
semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak menyimpang dari tradisi
yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya dipandang
aneh. Sang Kiai sering diteror seperti diancam bunuh, rumahnya dilempari batu
dan kotoran binatang.
Ketika mengadakan dakwah di
Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh dan dituduh sebagai kiai palsu.
Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan suatu
pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan mempunyai
risiko. Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubaban
yang diajarkannya. Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya.
Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan
untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat
derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Usahanya ini ternyata
membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang
dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota
Muhammadiyah. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu
organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Melihat metoda pembaruan KH Ahmad
Dahlan ini, beliaulah ulama Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam
di Indonesia yang melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan um’mat, tidak
dengan pesantren dan tidak dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi. Sebab
selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren seperti
halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau juga konon
belum pernah mengarang sesuatu kitab atau buku agama.
Muhammadiyah sebagai organisasi
tempat beramal dan melaksanakan ide-ide pembaruan Kiai Dahlan ini sangat
menarik perhatian para pengamat perkembangan Islam dunia ketika itu. Para
sarjana dan pengarang dari Timur maupun Barat sangat memfokuskan perhatian pada
Muhammadiyah. Nama Kiai Haji Akhmad Dahlan pun semakin tersohor di dunia. Dalam
kancah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, peranan dan sumbangan beliau
sangatlah besar. Kiai Dahlan dengan segala ide-ide pembaruan yang diajarkannya
merupakan saham yang sangat besar bagi Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20.
Kiai Dahlan menimba berbagai bidang
ilmu dari banyak kiai yakni KH. Muhammad Shaleh di bidang ilmu fikih; dari KH.
Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa); dari KH. Raden Dahlan di
bidang ilmu falak (astronomi); dari Kiai Mahfud dan Syekh KH. Ayyat di bidang
ilmu hadis; dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Quran,
serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan dan racun binatang.
Pada
usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan
wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta.
Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada
beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan
tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember
1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
- KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
- Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
- Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
- Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
Pendidikan
dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Qur’an, dan
kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang
dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama
besar waktu itu. Dianataranya K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H. Muhsin
(ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat
Sattokh (ilmu hadis), syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at al-Qur’an).
B. Pandangan Ahmad Dahlan dalam Pendidikan
Menurut Dahlan Pendidikan merupakan
upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju
pada pemikiran yang dinamis. Mereka hendaknya dididik agar cerdas, kritis dan memiliki
daya analisis yang tajam dalam melakukan pemetaan dinamika kehidupannya pada
masa depan. Pelaksanaan pedidikan –kata Ahmad Dahlan- hendaknya didasarkan pada
landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan
konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal maupun
horizontal. Pedidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan
ketundukan dan kepatuhan manusia kepada khaliqnya.
Pendidikan menurutnya adalah
mengembangkan sikap kritis, dialogis, menghargai potensi akal dan hati yang
suci, karna semuanya merupakan cara strategis bagi peserta didik mencapai
pengetahuan yang tertinggi. Dari batasan ini terlihat bahwa Dahlan ingin
meletakkan visi dasar bagi reformasi pendidikan Islam melalui penggabungan
system pendidikan modern dan tradisional secara harmonis dan integral. Oleh
karena itu pendidikan hendaknya berorientasi pada upaya membentuk manusia
muslim yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama’ luas pandangan dan paham
masalah ilmu keduniawian, serta bertujuan untuk kemajuan masyarakatnya. Hal ini
berarti pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa,
baik sebagai abad maupun khalifah fi
al-ardh.
Dahlan mencoba menawarkan materi pendidikan yang
tepat,
yakni pengajaran Al-Qur’an dan al-hadist, membaca, menulis, berhitung,
ilmu bumi dan menggambar. Dahlan menginginkan pola pendidikan yang modern dan
profesional dengan menggunakan sistem pengajaran klasikal, di sini juga ia
kemudian mengadopsi sistem pendidikan model Belanda dan pendidikan tradisional
yang integral.
Abuddin Nata (1997) menyimpulkan ide
yang dikemukakan oleh Ahmad Dahlan adalah:
a. Memperbaharui
dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula sistem pesantren
menjadi sistem sekolah.
b. Memasukkan
mata pelajaran umum pada sekolah-sekolah atau madrasah.
c. Mengadakan
perubahan dalam metode pembelajaran dari metode dorongan kepada metode yang lebih
bervariasi.
d. Mengajarkan
sikap hidup yang toleran dan terbuka.
e. Dengan
organisasi Muhammadyah dikembangkan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi dengan
memperkenalkan dan menerapkan manajemen modern dalam sistem pendidikan.
C.
Gagasan
Ahmad Dahlan
Gagasan
pemikiran pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi: Landasan pendidikan yang
kokoh dan tujuan Pendidikan Islam yang diarahkan pada usaha membentuk manusia
muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham
masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Materi pendidikan hendaknya meliputi: Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai
usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan Al-
Hadis, pendidikan individu, pendidikan kemasyarakatan dan model mengajar.
Upaya
mengaktualisasikan gagasan pemikiran pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi :
1. Landasan
pendidikan yang kokoh adalah landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi
merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal
(Khaliq) maupun horizontal (makhluk) (Abdul Munir Mulkan 1993, hlm. 66).
2. Epistemologi
pendidikan Islam, ilmu pengetahuan dapat diperoleh apabila peserta didik (manusia)
mendayagunakan berbagai media, baik yang diperoleh melalui persepsi inderawi,
akal, kalbu, wahyu maupun ilham. Oleh karena itu, aktivitas pendidikan dalam
Islam hendaknya memberikan kemungkinan yang sebesar-besarnya bagi pengembangan
kesemua dimensi tersebut. Menurut Ahmad Dahlan, pengembangan merupakan proses
integrasi ruh dan jasad. Konsep ini diketengahkannya dengan menggariskan
perlunya pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung.
D.
Tujuan
Pendidikan Islam
Menurut
KH. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk
manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan
paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakatnya (Asmuni Abdurrahman 1990, hlm. 120).
Tujuan
pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling
bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah
model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk
menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya,
pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya
tidak diajarkan agama sama sekali. Akibat dualisme pendidikan tersebut lahirlah
dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak
menguasai ilmu umum, dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak
menguasai ilmu agama.
Melihat
ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang
sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu
umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan
kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan
hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan
mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di
Madrasah Muhammadiyah.
E.
Pendapat
Pendidikan Menurut Para Ahli
1.
Ahmad Dahlan tentang Pendidikan
merupakan upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir
yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis.
2.
Naquib
Al-Atas yang dikutip oleh Ali, mengatakan pendidikan Islam ialah usaha yang dilakukan pendidik
terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam
tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan
tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan (1999: 10 ).
3.
Mukhtar
Bukhari yang dikutip oleh Halim Soebahar, mengatakan pendidikan Ialam adalah seganap kegiatan yang dilakukan
seseorang atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri
sejumlah siswa, dan keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yang mendasarkannya
program pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam (2002: 12).
4.
Fadlil
Al-Jamali yang dikutipoleh Muzayyin Arifin, pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia
kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan
kemampuan dasar (fitroh) dan kemampuan ajarnya (2003: 18).
5.
Ibnu
Khaldun tentang pendidikan islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis
empiris. Melalui pendekatan ini, memberikan arah terhadap visi tujuan
pendidikan islam secara ideal dan praktis.
6.
Rahmat El-Yunasiah tentang pendidikan adalah lebih
mementingkan kependidikan wanita dari pada kaum laki-laki. Ia sangat ingin
melihat kaum wanita indonesia memperoleh kesempatan penuh menuntut ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan fitrah wanita.
7.
KH.
Abdul Halim tentang Pendidikan yaitu menekankan tiga unsur yaitu ahlak, sosial
dan ekonomi ini ternyata banyak menarik minat masyarakat.
Pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang
pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita
untuk mengejewantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dalam nama
lembaganya maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Yang dimaksud
dengan pendidikan Islam di
sini adalah : pertama, ia merupakan suatu upaya atau proses yang
dilakukan secara sadar dan terencana membantu peserta didik melalui pembinaan,
asuhan, bimbingan dan pengembangan potensi mereka secara optimal, agar nantinya
dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai keyakinan dan
pandangan hidupnya demi keselamatan di dunia dan akherat. Kedua,merupakan
usaha yang sistimatis, pragmatis dan metodologis dalam membimbing anak didik
atau setiap individu dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam
secara utuh, demi terbentuknya kepribadian yang utama menurut ukuran islam. Dan
ketiga, merupakan segala upaya pembinaan dan pengembangan potensi anak
didik untuk di arahkan mengikuti jalan yang islami demi memperoleh keutamaan
dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Maka dengan demikian, pendidikan Islam dari beberapa pengertian di atas penulis
menyimpulkan, bahwa pendidikan Islam sebagai usaha membina dan mengembangkan
pribadi manusia, baik dari aspek rohaniah, jasmaniah, dan juga harus
berlangsung secara hirarkis. Oleh karena itu, pendidikan Islam merupakan suatu
proses kematangan, perkembangan atau pertumbuhan baru dapat tercapai bilamana
berlangsung melalui proses demi proses ke arah
tujuan transformatif dan inovatif.
Pendidikan islam sebagaimana rumusannya di atas,
menurut Abd Halim Subahar ( 1992:64) memiliki beberapa prinsip yang
membedakannya dengan pendidikan lainnya, antara lain :
- Prinsip tauhid
- Prinsip Integrasi
- Prinsip Keseimbangan
- Prinsip persamaan
- Prinsip pendidikan seumur hidup, dan
- Prinsip keutamaan.
Sedangkan
tujuan pendidikan islam dapat
dirumuskan sebagai berikut :
- Untuk membentuk akhlak ulkarimah.
- Membantu peserta didik dalam mengembangkan kognisi, afeksi dan psikomotori guna memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai pedoman hidupnya sekaligus sebagai kontrol terhadap pola fikir, pola laku dan sikap mental.
- Membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin dangan membentuk mereka menjadi manusia beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian integratif, mandiri dan menyadari sepenuhnya peranan dan tanggung jawab dirinya di muka bumi ini sebagai abdulloh dan kholifatulloh.
Daftar Pustaka
Alavi Zainuddin.2003.Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung:
Angkasa Raya.
Nata Abudin.2010.Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali
Pres.
Nata Abudin.2005.Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya
Media Pratama.
Syar’I Abudin.2001.Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.
Jakarta: Rajawali Pres.